Makajanganlah anda menilai orang lain dengan melihat masa lalunya yang buruk.. Yang menjadi patokan adalah kesudahan seseorang. Bukan masa lalunya. Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda "Amalan-amalan itu tergantung akhirnya". Tanya Jawab Seputar Universitas Islam Madinah ke +62 8528 33322 39 atau klik ini. Sebagian besar orang selalu terjebak dalam ego untuk menilai orang lain. Pekerjaan untuk menilai diri sendiri biasanya kurang begitu memotivasi, tetapi saat diberikan tantangan untuk menilai orang lain, maka gairah dan motivasi akan bersatu padu dalam antusiasme untuk menemukan jati diri orang lain tersebut. Memang kita bukan tidak boleh menilai orang lain. Akan tetapi kita juga harus instropeksi diri sendiri. Disaat menilai orang lain tentunya kita hanya bisa menilai dari lahiriyahnya saja. Sebab menilai hati seseorang itu tidak ada kemampuan manusia. Masalah penilaian hati seperti ikhlas atau riyanya seseorang, itu merupakan kekuasaan Allah Swt. yang perlu kita ingat disaat menilai orang lain, jauhkanlah sifat buruk sangka. Sebab belum tentu buruk lahiriyah, buruk pula hatinya. Dalam hal ini Imam al-Ghazali, memberikan 5 tips bagaimana sebaiknya kita menilai orang lain. Supaya tidak jatuh kepada penilaian yang salah. Dalam kitab Bidayatul Hidayah, Imam al-Ghazali berkata 1. Jika engkau melihat orang yang masih muda, maka katakan dalam hatimu, Orang ini belum banyak durhaka kepada Allah sedangkan aku sudah banyak durhaka pada Allah. Tidak diragukan lagi orang ini lebih baik dariku’. 2. Jika engkau melihat orang yang lebih tua, katakan dalam hatimu, Orang ini sudah beribadah sebelum aku, dengan begitu tidak diragukan lagi bahwa dia lebih baik dariku’. 3. Jika engkau melihat orang alim berilmu, katakan dalam hatimu, Orang ini sudah diberi kelebihan yang tidak diberikan kepadaku. Dia menyampaikan suatu kebaikan kepada orang lain sedangkan aku tidak menyampaikan apa-apa. Dia tahu hukum-hukum yang tidak aku tahu. Maka bagaimana mungkin aku sama dengannya?’ 4. Jika engkau bertemu dengan orang bodoh, kurang ilmu dan wawasan, katakan dalam hatimu, Orang ini sudah durhaka kepada Allah karena ketidaktahuannya sedangkan aku durhaka kepada Allah dengan pengetahuanku, maka vonis Allah kepadaku lebih berat dibanding orang ini. Dan aku tidak tau bagaimana akhir hidupku dan akhir hidup orang ini’. 5. Jika engkau melihat orang kafir, maka katakan dalam hatimu, Aku tidak tahu, bisa jadi dia akan masuk Islam dan mengisi akhir hidupnya dangan amal kebaikan, dan dengan keislamannya itu dosa dosanya keluar dari dirinya seperti keluarnya rambut darr timbunan tepung. Sedangkan aku, bisa jadi tersesat dari Allah karena tidak mau meningkatkan iman dan akhirnya menjadi kafir, dan hidupku berakhir dengan amal buruk. Orang seperti ini bisa jadi besok menjadi orang yang dekat dengan Allah dan aku menjadi orang yang jauh dari Allah’. Demikianlah sahabat bacaan madani 5 tips menilai orang lain menurut imam Al-Ghazali. Dari 5 tips tadi bisa kita simpulkan bahwa kita dilarang berburuk sangka. Kita di anjurkan untuk berbaik sangka kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam Al-Quran, “Maka janganlah engkau menilai dirimu lebih suci dibanding orang lain. Dia Allah lebih tahu siapa orang-orang yang bertakwa.” QS. an-Najm 32. JML Kisahdi atas bisa saja terjadi pada kita. Orang lain seringkali hanya bisa menilai dari kacamata mereka. Hal itu sama saja dengan mencari-cari kesalahan orang lain dan menjadikannya bahan kritikan sampai menjurus ke gunjingan (ghibah). Al-Qur'an memberikan tuntunannya: "Wahai orang-orang yang beriman!

Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi rasa perdamaian. Bahkan bisa dikatakan bahwa islam adalah agama damai. Hal ini didukung oleh ayat-ayat al-ur’an yang dapat menjadi bukti islam agama damai. Salah satunya dijelaskan dalam QS Al Anfal 61 yang artinya berikut ini“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. “ QS Al Anfal 61Ayat di atas dengan jelas menyatakan bahwa islam merupakan agama yang condong atau menjurus pada kedamaian. Oleh sebab itu, kita sebagai umat islam yang bertakwa sudah seharusnya hidup dalam kedamaian dengan tidak berusaha mencetus konflik dan memecah belah hubungan antar saudara-saudari kita yang ada di muka bumi itu, islam juga mengajarkan kita untuk senantiasa hidup dalam toleransi dengan menghargai hak-hak pribadi orang-orang yang ada di sekeliling kita. Tak hanya itu, islam juga melarang umatnya untuk mencampuri hal-hal yang tidak menjadi urusannya, terlebih perbuatan yang menyerempet kepada hak-hak pribadi maupun aib dari setiap manusia, salah satunya adalah tajassus atau mencari kesalahan orang mencari kesalahan orang lain dalam islam ini dilandasi oleh sumber pokok ajaran islam, yakni Alquran dan dari AlquranAllah Ta’ala berfirman,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” Al-Hujurat 12Larangan dari HadisRasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”[3]Selain itu, larangan untuk tajassus juga dijelaskan oleh perkataan ulama salaf sebagai berikutAmirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu berkata, ولا تظنَّنَّ بكلمة خرجت من أخيك المؤمن إلاَّ خيراً، وأنت تجد لها في الخير مَحملاً “Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik.”[4]Dengan ketiga landasan yang telah disebutkan di atas, maka jelaslah bahwa ber tajasssus atau mencari-cari kesalahan orang lain dalam islam termasuk perbuatan tercela dan tentunya tidak disenangi oleh Allah swt. Untuk itu sudah seharusnya kita sebagai umat muslim/muslimah yang bertakwa pada tuhan agar sekiranya mampu menerapkan cara memelihara akal dalam islam dengan tidak terjerumus ke dalam perbuatan tercela tidak disenangi oleh Allah swt, larangan mencari kesalahan orang lain dalam islam ini juga akan menimbulkan azab di hari kiamat sebagaimana yang dijelaskan oleh hadis berikutDari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,وَمَنِ اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيثِ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ ، صُبَّ فِى أُذُنِهِ الآنُكُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ“Barangsiapa menguping omongan orang lain, sedangkan mereka tidak suka kalau didengarkan selain mereka, maka pada telinganya akan dituangkan cairan tembaga pada hari kiamat.” HR. Bukhari no. 7042.Membayangkannya saja sudah sangat mengerikan bukan? Untuk itu hentikanlah tajassus dan segeralah bertaubat kepada Allah swt. agar kita bisa selamat di dunia dan juga di akhirat.

12Cara Mengingatkan Orang Lain Dalam Islam dan Dalilnya 1. Nasehati dengan diam-diam. Barangsiapa yang menasehati saudaranya berduaan saja maka itulah nasehat. 2. Nasehati dengan lemah lembut. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya. 3. Tidak memaksa. Cara
Sebagian besar orang selalu terjebak dalam ego untuk menilai orang lain. Pekerjaan untuk menilai diri sendiri biasanya kurang begitu memotivasi, tetapi saat diberikan tantangan untuk menilai orang lain, maka gairah dan motivasi akan bersatu padu dalam antusiasme untuk menemukan jati diri orang lain tersebut. Memang kita bukan tidak boleh menilai orang lain. Akan tetapi kita juga harus instropeksi diri sendiri. Disaat menilai orang lain tentunya kita hanya bisa menilai dari lahiriyahnya saja. Sebab menilai hati seseorang itu tidak ada kemampuan manusia. Masalah penilaian hati seperti ikhlas atau riyanya seseorang, itu merupakan kekuasaan Allah Swt. yang perlu kita ingat disaat menilai orang lain, jauhkanlah sifat buruk sangka. Sebab belum tentu buruk lahiriyah, buruk pula hatinya. Dalam hal ini Imam al-Ghazali, memberikan 5 tips bagaimana sebaiknya kita menilai orang lain. Supaya tidak jatuh kepada penilaian yang salah. Dalam kitab Bidayatul Hidayah, Imam al-Ghazali berkata 1. Jika engkau melihat orang yang masih muda, maka katakan dalam hatimu, 'Orang ini belum banyak durhaka kepad Allah sedangkan aku sudah banyak durhaka pada Allah. Tidak diragukan lagi orang ini lebih baik dariku'. 2. Jika engkau melihat orang yang lebih tua, katakan dalam hatimu, 'Orang ini sudah beribadah sebelum aku, dengan begitu tidak diragukan lagi bahwa dia lebih baik dariku'. 3. Jika engkau melihat orang alim berilmu, katakan dalam hatimu, 'Orang ini sudah diberi kelebihan yang tidak diberikan kepadaku. Dia menyampaikan suatu kebaikan kepada orang lain sedangkan aku tidak menyampaikan apa-apa. Dia tahu hukum-hukum yang tidak aku tahu. Maka bagaimana mungkin aku sama dengannya?' 4. Jika engkau bertemu dengan orang bodoh, kurang ilmu dan wawasan, katakan dalam hatimu, 'Orang ini sudah durhaka kepada Allah karena ketidaktahuannya sedangkan aku durhaka kepada Allah dengan pengetahuanku, maka vonis Allah kepadaku lebih berat dibanding orang ini. Dan aku tidak tau bagaimana akhir hidupku dan akhir hidup orang ini'. 5. Jika engkau melihat orang kafir, maka katakan dalam hatimu, 'Aku tidak tahu, bisa jadi dia akan masuk Islam dan mengisi akhir hidupnya dangan amal kebaikan, dan dengan keislamannya itu dosa dosanya keluar dari dirinya seperti keluarnya rambut darr timbunan tepung. Sedangkan aku, bisa jadi tersesat dari Allah karena tidak mau meningkatkan iman dan akhirnya menjadi kafir, dan hidupku berakhir dengan amal buruk. Orang seperti ini bisa jadi besok menjadi orang yang dekat dengan Allah dan aku menjadi orang yang jauh dari Allah'. Demikianlah sahabat bacaan madani 5 tips menilai orang lain menurut imam Al-Ghazali. Dari 5 tips tadi bisa kita simpulkan bahwa kita dilarang berburuk sangka. Kita di anjurkan untuk berbaik sangka kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam Al-Quran, “Maka janganlah engkau menilai dirimu lebih suci dibanding orang lain. Dia Allah lebih tahu siapa orang-orang yang bertakwa.” QS. an-Najm 32
Karenaitu, Islam mengajari kita menilai zhahir seseorang. Jika zhahirnya orang tersebut istiqamah dalam ketaatan, banyak berbuat kebaikan dan tidak menampakkan kemaksiatan, maka kita menilainya sebagai orang shalih dan kita bermuamalah dengannya sebagaimana bermuamalah terhadap orang shalih. ORANG yang selalu melihat kebaikan pada diri orang lain maka kebaikan akan datang pada dirinya. Tetapi orang yang selalu melihat keburukan pada diri orang lain, maka keburukanlah yang akan datang pada dirinya sendiri. BACA JUGA Tentang Apa yang Orang Lain Katakan Anda tak mau dinilai buruk oleh orang lain? Maka, jangan bicara buruk tentang orang lain. Karena ternyata, menurut hasil penelitian terkini, penilaian Anda terhaadap orang lain bisa dihubungkan dengan kepribadian Anda sendiri, meski Anda tidak menyadarinya, bahkan hal-hal yang tak Anda sadari, atau petunjuk yang mengartikan bahwa Anda sebenarnya orang yang manis atau kejam. Dustin Wood, PhD, dari Wake Foret University mengatakan kepada WebMD bahwa persepsi kita terhadap orang lain akan menceritakan siapa diri kita sebenarnya. Contoh, kala kita memandang positif terhadap orang lain menunjukkan sisi positif pada diri kita. Namun, studi yang dipublikasikan pada Journal of Personality and Social Psychology ini juga mengatakan bahwa kata-kata kita juga bisa menguak persepsi negatif di diri kita, seperti narsisme, antisosial, bahkan kelainan jiwa jika kita berucap buruk tentang orang lain. Studi ini melibatkan anak-anak mahasiswa yang diminta untuk meratifikasi karakteristik positif dan negatif dari rekan-rekan mahasiswanya. Para peneliti menemukan bahwa seseorang yang memiliki kecenderungan untuk mendeskripsikan orang lain dengan kata-kata yang positif mengindikasikan bahwa dirinya memiliki sifat positif. Studi ini menemukan adanya ikatan yang kuat antara penilaian positif seseorang terhadap besarnya antusiasme, kebahagiaan, kebaikan hati, dan stabilnya emosional orang itu sendiri. Konon, tingkat kepuasan akan hidup seseorang juga bisa terlihat dari cara ia menilai orang lain. Makin positif, makin puas ia akan hidupnya, dan sebaliknya. Sementara persepsi negatif terhadap orang lain bisa dihubungkan kepada tingginya level narsisme dan sikap antisosial seseorang. “Sifat kepribadian yang negatif diasosiasikan dengan cara orang tersebut menilai negatif orang lain,” jelas Wood. Sikap negatif ini juga erat hubungannya dengan depresi dan kelainan kepribadian yang beragam. Persepsi yang negatif yang berlebihan tentang orang lain bisa menunjukkan bahwa orang tersebut punya sifat keras kepala, tak bahagia, neurotik, atau memiliki kepribadian yang negatif. BACA JUGA Tidak Cukup Jadi Orang Baik, Jadilah Penyeru Kebaikan Penelitian ini dilakukan kembali setahun kemudian dan para peneliti menemukan bukti, “Bahwa seberapa positif kita melihat orang lain dalam lingkup sosial kita adalah hal yang stabil dan tidak berubah secara substansial oleh waktu,” terang Wood. Laporan ini mengatakan bahwa bagaimana seseorang menilai atau melihat orang lain ternyata lebih dari sekadar “proyeksi dari imaji dirinya sendiri pada orang lain.” Mari selalu melihat kebaikan kepada siapapun, kapanpun dan di manapun. []

Dalampandangan Islam, masih menurut Gus Ulil, melayani orang lain, bekerja untuk memakmurkan dunia, nilainya tak kalah, atau malah melebihi shalat dan puasa sunah yang dilakukan setiap hari dan setiap saat. "Kisah dari Yaman ini perlu terus kita ingat agar kita tak keliru menilai orang shaleh," pesannya. (Muhammad Faizin)

PERASAAN merasa diri paling baik dan benar tak jarang hinggap di diri seseorang. Misalnya ketika kita merasa telah mempelajari dan menguasai sesuatu, kita cenderung merasa paling pintar dan menilai orang lain tidak berilmu. Pun demikian ketika kita mempelajari dan memperdalam agama. Ketika kita merasa telah belajar dan menguasai ilmu agama, kita cenderung merasa paling benar dibanding dengan yang lainnya. Dan lebih parahnya lagi memandang orang lain tidak atau kurang beriman. Merasa diri paling benar, paling suci, paling aman dari dosa, paling beriman atau bahkan paling berhak masuk surga sejatinya merupakan tipu daya setan yang membuat sesuatu yang sebenarnya salah menjadi tampak benar. BACA JUGA Ini 12 Bahaya Sifat Ujub Merasa Bangga Diri Allah SWT berfirman yang artinya “Dan Dia lebih mengetahui tentang keadaanmu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” QS. An Najm 32. Rasulullah SAW bersabda “Janganlah menyatakan diri kalian suci. Sesungguhnya Allah yang lebih tahu manakah yang baik di antara kalian.” HR. Muslim. Merasa diri paling benar, paling suci, paling aman dari dosa, paling beriman atau bahkan paling berhak masuk surga adalah beberapa bentuk sikap sombong dalam Islam dan merupakan perbuatan yang sangat dicela oleh Allah SWT. Karena itu, umat muslim sangat dianjurkan untuk lebih mengenal dirinya sendiri introspeksi diri guna menghindarkan kita dari berbagai penyakit hati sombong, riya, ujub, takabur, dan lain sebagainya. Dalam surat An Nisa’ ayat 49 Allah berfirman yang artinya “Apakah kami tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah mensucikan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.” QS. An Nisa 49. BACA JUGA Ujub, Sifat yang Membuat Pelakunya Hancur Keutamaan introspeksi diri dalam Islam di antaranya adalah menyadari segala kekurangan yang dimiliki tanpa harus rajin dan sibuk merendahkan orang lain apalagi dibumbui dengan kata-kata kasar. Karena bisa jadi orang lain yang direndahkan, dianggap salah, tidak suci, lebih berdosa, kurang beriman, dan dianggap tidak pantas masuk surga menurut “kriteria”-nya sejatinya jauh lebih baik dari dirinya. [] BERSAMBUNG SUMBER DALAM ISLAM . 471 61 270 332 302 429 434 375

menilai orang lain menurut islam